Wednesday 30 November 2016

PENANGANAN KERUSAKAN APIKOMARGINAL PADA REGIO ESTETIK TERKAIT DENGAN GIGI YANG ANOMALI

PENANGANAN KERUSAKAN APIKOMARGINAL PADA REGIO ESTETIK TERKAIT DENGAN GIGI YANG ANOMALI

Vinayah Venkoosa, Dipali Yogesh Shah, Pradyna Prabhakar Mali, Vidya Vinayak Meharwade
Restorative Denstistry & Endodontics

Gigi yang berkaitan dengan faktor seperti adanya palatoradicular groove dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya destruksi periodontal secara lokal. Proses patologis dapat menyebabkan kerusakan apikomarginal bersamaan dengan inflamasi pulpa. Hal ini menciptakan kondisi yang meragukan dimana dokter harus mampu melaksanakan prosedur regeneratif periodontal yang maju untuk keberhasilan perawatan. Laporan kasus ini membahas mengenai penanganan klinis dari kerusakan apikomarginal terkait dengan destruksi periradikular yang luas pada insisivus lateralis maksila beserta aspek histopatologi lesi.
Kata kunci: apicomarginal communication, guided tissue regeneration, insisivus lateralis maksila, platelet rich plasma.

Pendahuluan
Terdapat hubungan yang dekat antara jaringan periodontal dan jaringan pulpa. Periodontitis merupakan kondisi inflamasi dari periodonsium yang utamanya disebabkan karena biofilm bakteri dan respon host. Diantara banyak faktor, faktor lokal seperti anomali perkembangan gigi dapat menjadi predisposisi meningkatnya adesi bakteri ke permukaan gigi. Hal ini menjadikan cekungan yang baik untuk pertumbuhan plak bakteri subgingiva. Palatoradicular atau cinguloradicular groove (PRG) merupakan anomali perkembangan yang umum dijumpai oleh dokter. Akan tetapi, hal ini belum banyak dilaporkan dalam literatur. PRG merupakan daerah yang berpotensi menjadi tempat akumulasi plak yang memberikan jalur langsung untuk mencapai struktur periodonsium yang lebih dalam. Hal ini menyebabkan kehilangan perlekatan periodontal secara lokal yang menyebabkan terjadinya poket disepanjang perluasan groove. Meskipun etiologi yang tepat tidak diketahui mengenai lipatan organa email dan hertwig’s epithelial root sheath, upaya gigi untuk membentuk akar lain yang tidak sempurna atau perubahan genetik dikatakan sebagai mekanisme yang memungkinkan terjadinya groove, sama halnya dengan dens invaginatus. PRG biasanya terjadi pada aspek distolingual dengan prevalensi 2,5% hingga 8,5% pada insisivus maksila. Penelitian terkait dengan perluasan PRG di atas permukaan akar disimpulkan bahwa hanya 10% perluasan yang melebihi 10 mm di atas permukaan akar. Kedalaman PRG dan perluasannya sepanjang permukaan akar dapat memiliki efek yang merusak bagi kesehatan periodonsium maupun jaringan pulpa.
Sepanjang PRG, hubungan langsung antara pulpa dan ligamen periodontal yang digambarkan dalam literatur merupakan kejadian yang jarang terjadi. Bergantung pada perluasan PRG, kerusakan tulang secara lokal dapat meluas di sepanjang akar yang melibatkan daerah periradikular dengan/tanpa kehilangan tulang marginal yang digambarkan sebagai kerusakan apikomarginal. Hubungan kerusakan apikomarginal dengan PRG berpengaruh pada hasil dan pemilihan jenis perawatan. Kerusakan apikomarginal menunjukkan keraguan yang bermakna pada perawatan selama pasca terapi pembentukan epitel junctional yang terjadi di atas permukaan akar. Laporan kasus ini menggambarkan penanganan dari kerusakan apikomarginal terkait dengan insisivus lateralis kanan maksila yang disebabkan karena perluasan PRG ke bagaian apeks.
Laporan Kasus
Laki-laki usia 21 tahun yang bukan perokok dan sehat secara sistemik dilaporkan ke bagian periodontologi, Sinhgad Dental College and Hospital yang mengeluhkan gusi berdarah, sakit sedang, dan mengeluarkan nanah pada daerah gigi depan kanan atas selama 6 bulan. Pada pemerikasaan intraoral, attached gingiva bagian labial dari insisivus lateralis kanan maksila menunjukkan adanya drainase sinus tract dan mobilitas derajat I (Gambar 1). Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada gigi. Status periodontal gigi stabil dan sehat secara klinis, tetapi gigi 12 menunjukkan adanya kedalaman probing 15 mm pada aspek distolingual yang terkait dengan adanya PRG (Gambar 2). Gigi non vital ditunjukkan dengan tidak adanya respon pada electric pulp test (Kerr Electric Pulp Tester, SybronEndo, Orange, CA, USA) maupun pada tes dingin. Intraoral periapical radiograph (IOPA) dari gigi yang bersangkutan menunjukkan adanya lekukan pada daerah distoservikal mahkota dengan radiolusensi linear yang berjalan sejajar dengan saluran akar di sepanjang akar (Gambar 3). Kurangnya ruang ligamen periodontal dan diskontinuitas pada lamina dura terlihat jelas pada foto radiografi. Terdapat adanya suatu penyakit yang ditandai dengan radiolusensi disekitar pertengahan dan 1/3 apikal akar. Akar menunjukkan terjadinya dilaserasi dengan sudut kehilangan tulang sepanjang aspek distal yang meluas hingga sepertiga tengah akar (Gambar 3).











Berdasarkan gambaran klinis-radiografi dan kriteria Abbott dan Sulgado, ditegakkan sebuah diagnosis dalam bidang endodonsi bersamaan dengan penyakit periodontal. Pasien dijelaskan mengenai rencana perawatan dan pemeriksaan yang dibutuhkan (radiografi dan histologi) untuk mendapat persetujuannya. Perizinan dari instutional ethical board juga diperoleh (SDCH/IEC/2012-13/43A). Pasien dievaluasi dengan cone beam computed tomography (CBCT, CS 9300, Kodak-Carestream, Rochester, NY, USA) yang menunjukkan adanya kehilangan tulang secara lokal pada dearah periapikal (10,61 mm × 11,09 mm) disertai kehilangan tulang kortikal bagian fasial dan tulang alveolar marginal pada aspek labial dan distolingual gigi 12 (Gambar 4). Gigi juga menunjukkan adanya nonembeded pulp stone (panah hijau, Gambar 4). Berdasarkan penemuan pada foto CBCT, ditegakkan sebuah diagnosis kerusakan tulang apikomarginal. Estrella dkk mengajukan indeks periapikal terbaru (CBCTPAI, cone beam computed tomography periapical index) berdasarkan pada diameter radiolusensi periapikal dan perluasan /destruksi tulang kortikal periapikal seperti yang terlihat pada foto CBCT. Sehingga kerusakan tulang terkait dengan gigi 12 diberi skor 5+D (Gambar 4).



Berdasarkan perawatan pertama dari Abbott, Salgado dan Oh dkk, diawali dengan terapi pada bidang endodonsi serta terapi periodontal fase I. Dibawah isolasi rubber dam, dilakukan pembukaan akses dan saluran akar dibersihkan dan dibentuk menggunakan teknik crown down hingga ukuran apikal 60 (Colorinox K-file, Dentsply maillefer, Ballaigues, Switzerland) dengan irigasi natrium hipoklorit 5,25%. Setelah mengeringkan saluran akar, diaplikasikan pasta kalsium hidroksida dan kavitas akses ditutup dengan bahan restorasi zinc oxide eugenol. Dilakukan root planning dan kuretase, selanjutnya gigi diberi komposit sementara dan kawat splinting. Pasien diberikan instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Setelah empat minggu, diberikan kembali obat intrakanal dengan menggunakan obat kalsium hidroksida yang baru dan dilakukan penilaian jaringan periodontal kembali. Selama penilaian ini, ditemukan bahwa jaringan gingiva pada insisivus lateralis maksila secara klinis terlihat sehat tanpa adanya drainase sinus tract dengan poket yang persisten. Pasien dipanggil kembali setelah tiga bulan untuk evaluasi selanjutnya, yang menunjukkan poket lokal yang persisten yaitu 14 mm. Oleh karena itu, direncanakan terapi bedah periodontal.
Terapi bedah mencakup guided tissue regeneration menggunakan demineralized freeze dried bone allograft (DFDBA, tissue bank, TATA memorial hospital, Mumbai, India) dan platelet rich fibrin (PRF). Satu minggu sebelum terapi bedah, saluran akar diisi secara kompaksi lateral dingin dengan master cone gutta percha taper 0,02 dan aksesoris cone dengan sealer AH Plus (Dentsply maillefer) dan kompaksi vertikal panas dengan cone gutta percha taper 0,06 menggunakan Obtura II (SybronEndo). Akses kavitas ditutup dengan glass ionomer cement (Fuji II, GC CO., Tokyo, Japan).
Sebelum operasi bedah, disiapkan PRF yang terbaru. Sepuluh mL darah digambarkan oleh venipuncture dari daerah antecubital dalam dua tabung kaca steril 5 mL dan dilakukan gerakan sentrifugal pada 3000 rpm selama 10 menit. Hal tersebut menghasilkan tiga lapisan yaitu fraksi merah pada bagian bawah yang mengandung sel-sel darah merah, sel plasma kekuningan pada bagian atas, dan fraksi tengah mengandung gumpalan fibrin. PRF diperoleh dari lapisan kekuningan bagian atas serta lapisan tengah. Dengan menggunakan lidokain hidroklorida 2 % dengan adrenalin 1:1000.000, anestesi lokal yang adekuat dilakukan dengan disertai insisi horizontal intrakrevikular yang meluas dari sudut garis mesial dari gigi 11 ke sudut garis distal gigi 13 pada aspek bukal dan palatal (Gambar 5). Pada aspek bukal, insisi vertikal dilakukan pada ujung insisi horizontal yang meluas ke mukogingiva junction dan ketebalan flap mukoperiosteal digambarkan secara adekuat agar memperlihatkan kerusakan tulang saat akses (Gambar 5). Setelah degranulasi lengkap dari kerusakan tulang, groove radikular dapat menunjukkan perluasan sepanjang aspek distolingual disepanjang akar. Dikirim jaringan yang diambil dari daerah periapikal untuk pemeriksaan histopatologi setelah difiksasi dalam formalin 10%. Kerusakan tulang terlihat di sekitar groove radikular pada aspek palatal yang meluas ke bukal melibatkan bagian apikal dan sepertiga tengah dari akar insisivus lateralis kanan dengan kehilangan tulang kortikal bukal sepanjang permukaan akar. Kepadatan tulang interdental terlihat jelas (Gambar 6). Dilaserasi pada sepertiga apikal akar ditandai denga keluarnya gutta-percha sekitar 1 mm dari apeks (panah kuning, Gambar 6).










Dilakukan skeling pada permukaan akar dengan instrument ultrasonik (Piezon 250, EMS, Nyon, Switzerland). Saucerization dari PRG dilakukan menggunakan instrumen mekanis yang sesuai (kuret Gracey, nomor 1,2 dan 5,6, Hu-Friedy Manufacturing Xo., Chicago, IL, USA) untuk memperoleh permukaan yang kasar dan halus. 3 mm bagian apikal akar direseksi dan dilakukan retropreparasi menggunakan tip ultrasonik (Diamond Coated Ultrasonic tips, SybronEndo). Kavitas ujung akar diisi dengan mineral trioxide aggregate (ProRoot MTA, Dentsply, York, Pa, USA) (Gambar 7). Dengan hemostasis dan isolasi yang adekuat, PRG diberikan asam poliakrilik 10% dan ditutup dengan light cured glass ionomer cement (Fuji II LC, GC Co) (Gambar 8). Kerusakan tulang diisi penuh hingga crest tulang interdental dengan pencampuran DFDBA dan PRF (Gambar 9). PRF selanjutnya digunakan untuk menutupi daerah grafting berbentuk membran (Gambar 10). Flap direposisi untuk mendapatkan penutupan primer menggunakan 4-0 monofilament polyamide black suture ( Ethilon, Johnson &Johnson, M.I.D.C., Aurangabad India) (Gambar 11). Dibuat IOPA setelah perawatan, antibiotik (Amoxicillin 500 mg, 3 kali sehari ) dan obat antiinflamasi non steroid (ibuprofen 500 mg, 3 kali sehari) diresepkan selama 5 hari. Pasien dijelaskan mengenai langkah-langkah kebersihan rongga mulut dengan penggunaan obat kumur klorheksidin glukonat 0,2% selama 3 minggu. Penyembuhannya lancar dan jahitan diangkat setelah 10 hari.















Pasien dipanggil kembali pada bulan ke 3, 6, 9, dan 12 untuk evaluasi. Pada follow up bulan ke 12, pasien tidak memiliki gejala, sinus tract tertutup dan kedalaman probing 2 mm disertai resesi gingiva 1 mm sepanjang aspek distopalatal (Gambar 12a dan 12b). Foto IOPA dan CBCT dilakukan pada panggilan bulan ke 12 yang menunjukkan resolusi sempurna pada radiolusensi periapikal (Gambar 12c dan 12d). Berdasarkan kriteria penyembuhan pada radiografi yang dikembangkan oleh Rud dkk, foto IOPA pada bulan ke 12 dinilai dan menunjukkan penyembuhan yang sempurna (Gambar 12c).


Pewarnaan hematoksilin dan eosin pada jaringan granulasi menunjukkan adanya lapisan epitel kista squamosa stratified non keratin dengan tipe arcading (panah biru) proliferasi dan jaringan ikat menunjukkan adanya infiltrasi dari sel inflamasi kronis yang menggambarkan adanya kista periapikal (Gambar 13).



Pembahasan
Kasus yang diangkat di sini yaitu pasien muda dengan kerusakan tulang apikomargnial yang meluas karena PRG yang melibatkan akar insisivus lateralis kanan maksila. Peningkatan kesehatan rongga mulut pasien melalui perawatan mencakup pengurangan infeksi dalam bidang endodonsi, penghilangan PRG untuk mencegah akumulasi dan jalur bagi plak bakteri dan regenerasi kehilangan struktur periodontal.
Menurut Kogon, PRG mengenai sekitar 5,6% insisivus lateralis dengan perluasan hanya 10% hingga lebih dari 10 mm dari singulum yang mengarah ke apeks. Pada kasus ini, PRG meluas ke apeks yang merupakan kejadian yang jarang ditemui dan menyebabkan penyakit endodonsi bersamaan dengan penyakit periodontal disertai kerusakan tulang apikomarginal. Schultz dkk dan Sekhar dkk mengatakan splinting pada gigi yang goyang sebelum prosedur regenerasi meningkatkan tingkat perlekatan periodontal. Pada kasus ini, gigi goyang derajat I, sehingga dilakukan splinting sementara yang bertujuan untuk mengurangi mobilitas gigi, sama dengan kasus yang dilaporkan oleh Oh dkk dan Ballal dkk yang menunjukkan hasil yang baik. Pada kasus kami, splinting diangkat setelah 9 bulan kunjungan follow up dan kami mengamati adanya pengurangan mobilitas gigi.
Kasus-kasus yang mencakup insisivus maksila terkait lesi periapikal disertai kehilangan tulang marginal diterbitkan. Prognosis dari bedah periradikular ( bervariasi antara 25% dan 90%) bergantung pada jumlah dan lokasi tulang dekat permukaan akar. Destruksi tulang marginal dijumpai pada kerusakan apikomarginal yang mengurangi keberhasilan perawatan hingga 27% dan 37%. Kehilangan tulang kortikal bukal sepanjang tulang periapikal seperti yang terlihat pada kasus ini menciptakan keragu-raguan yang bermakna pada keberhasilan perawatan.
Literatur melaporkan banyak biomaterial untuk guided tissue regeneration yang terdiri atas membran resobable/non-resorbable, periosteal graft,dan beberapa bone graft. Semuanya menunjukkan hasil yang baik, tetapi kekurangan tersendiri dari membran yaitu biaya yang tinggi, kemungkinan terjadinya kontaminasi pada paparan rongga mulut, memerlukan pembedahan yang kedua (hanya pada membran non resorbable) dan berisiko besar terjadi trauma mekanis dari sulkus gingiva (selama kehilangan tulang marginal) yang harus diatasi. Oleh karena itu, pada kasus ini digunakan campuran dari graft PRF dan DFDBA. PRF juga digunakan sebagai membran untuk menutupi daerah graft. Shivshankar dkk melaporkan kegunaan PRF dengan hidroksiapatit untuk penangan lesi periapikal yang besar dan perawatannya berhasil setelah 2 tahun. PRF mengandung beberapa faktor pertumbuhan yang memiliki efek positif pada diferensiasi sel. Membran PRF juga bertindak sebagai barier pertahanan, mempercepat penutupan luka dan penyembuhan mukosa karena melepaskan fibrin dan faktor pertumbuhan.
Glass Ionomer Cement (GIC) bersifat kompatibel dan adesif terhadap dentin. Laporan klinis menunjukkan peran GIC pada daerah subgingiva digambarkan dengan inflamasi yang kurang, perbaikan tulang yang lebih besar, mendapatkan perlekatan klinis dan mengurangi kedalaman poket. GIC digunakan pada kasus ini yang menunjukkan hasil yang sama dengan Forero-Lopez dkk yang melaporkan prosedur teknik terbaru yang mencakup sealing PRG dengan GIC, replantasi dengan rotasi horizontal 180 dejarat dari gigi dan veneer yang estetik untuk membangun kembali morfologi gigi. Naik dkk dan Zucchelli dkk secara berurutan menggunakan biodentin dan komposit flowable. Zucchelli dkk juga menunjukkan hasil yang baik dengan menggunakan papila amplification flap dan Emdogain (Institut Starumann, Waldenburg, Switzerland) yang khas pada kasus ini.
Beberapa laporan dimuat dalam literatur yang menggunakan IOPA untuk mengevaluasi perubahan tulang terkait dengan gigi kecuali Rachana dkk yang menggunakan CT, sedangkan Rajput dkk menggunakan CBCT untuk evaluasi awal. Akan tetapi pada kasus ini bersama dengan IOPA, CBCT digunakan tidak hanya untuk evaluasi awal tetapi juga untuk follow up setelah perawatan. Dilakukan pemberian skor lesi menggunakan CBCTPAI yang merupakan bagian yang khas pada laporan ini. Sepengetahuan kami laporan ini merupakan yang pertama kali melaporkan penggunaan CBCT dan CBCTPAI untuk mengevaluasi hasil perawatan. Pada bulan ke 12, digunakan kriteria penilaian pada radiografi untuk IOPA sebelum dan setelah perawatan untuk mendapat kriteria penyembuhan yang sempurna. Sepengetahun kami, laporan kasus kami juga khas dalam menunjukkan aspek histologi dari perolehan lesi periapikal untuk menegaskan lesi tersebut.
Kesimpulan
Laporan ini menggambarkan keberhasilan perawatan dari kerusakan apikomarginal melalui pengaplikasian GTR dengan menggunakan DFDBA dan PRF. Dengan bantuan CBCT bersamaan dengan temuan klinis menunjukkan hasil yang memuaskan tetapi pada follow up jangka panjang dibutuhkan untuk memvalidasi hasil yang diperoleh.

No comments:

Post a Comment