Wednesday 30 November 2016

KTI PROSTO - Rehabilitasi Estetika Keseluruhan Mulut: Pendekatan Interdisiplin Perio-Prosto

Rehabilitasi Estetika Keseluruhan Mulut: Pendekatan Interdisiplin Perio-Prosto
(Full-mouth aesthetic rehabilitation: A perio-prostho interdisciplinary approach)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Estetika dan fungsional hasil pengobatan yang sukses adalah berdasarkan pengamatan kesehatan prostetik dan periodontal dari masing-masing abutment. Keberhasilan gigi tiruan sebagian cekat tergantung seberapa efisien lebar biologisnya. Lebar biologis adalah jarak antara ujung apikal sulkus gingiva ke puncak tulang alveolar. 1
Gigi dengan mahkota klinis pendek memerlukan intervensi periodontal, yaitu dengan prosedur pemanjangan mahkota atau crown lengthening.1 Banyak faktor dapat bergabung untuk menghasilkan gigi dengan mahkota klinis pendek, salah satunya karena keausan gigi, yang telah diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu: (1) atrisi, yang merupakan keausan gigi disebabkan oleh kontak gigi ke gigi selama pengunyahan; (2) abrasi, yang merupakan hilangnya permukaan gigi yang disebabkan oleh abrasi dengan zat asing selain kontak ke gigi; (3) erosi, yang merupakan hilangnya permukaan gigi dengan proses kimia yang tidak melibatkan aksi bakteri; (4) abfraksi disebabkan oleh tekanan oklusal.2
Penilaian yang benar dari dimensi vertikal oklusi, ruang istirahat interoklusal, dan hubungan sentris sangat penting untuk pengobatan yang berhasil.3 Aspek penting untuk pengobatan yang berhasil adalah untuk menentukan dimensi vertikal oklusi
(DVO) dan interoklusal rest space (IRS).2 Sebuah pendekatan sistematis untuk mengelola pemakaian gigi dapat menyebabkan prognosis menguntungkan. Dengan pembedahan akan memberikan struktur gigi sehat dari koronal ke puncak alveolar, sehingga memungkinkan akomodasi dari attachment gingiva baru dan mahkota tanpa melanggar lebar biologis periodonsium. 1
Ketika kehilangan permukaan gigi akibat atrisi, dapat dikaitkan dengan penurunan dimensi vertikal oklusi yang akan menghasilkan penampilan estetika yang kurang baik, kehilangan tonus otot dan penurunan efisiensi pengunyahan. Selain itu, kehilangan jaringan gigi dari keausan gigi telah ditunjukkan untuk dihubungkan dengan berbagai masalah gigi seperti gigi sensitif, pengurangan berlebihan mahkota klinis dan kemungkinan perubahan hubungan oklusal.4
Tujuan penulisan ini untuk menyajikan sebuah kasus rehabilitasi estetika menggunakan teknik bedah pemanjangan mahkota sebagai tahap preprostetik pemasangan gigi tiruan pada pasien dengan kelainan gigi atrisi.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 CROWN LENGTHENING
Crown lengthening atau pemanjangan mahkota dilakukan untuk meningkatkan penampilan dari gigi anterior ketika klinis mahkota ini terlalu pendek untuk memberikan retensi prostetik.5 Pemanjangan mahkota adalah prosedur pembedahan yang ditujukan untuk pengangkatan jaringan periodontal untuk meningkatkan penampilan klinis mahkota. Prosedur ini dapat dicapai dengan reseksi tulang atau tanpa reseksi tulang.6
Indikasi :6
1. Gigi dengan mahkota klinis pendek
2. Kontur gingiva yang rata
3. Gummy smile
Kontraindikasi :6
1. Rasio mahkota akar yang mencukupi
2. Pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk.


Pemanjangan mahkota dibagi menjadi dua jenis;
1. Estetika pemanjangan mahkota.
Estetika pemanjangan mahkota biasanya dilakukan di zona estetika dari rongga mulut, seperti anterior rahang atas. Perhatian utama adalah untuk mengurangi tampilan gingiva dan meningkatkan ketinggian klinis mahkota.
2. Pemanjangan mahkota fungsional.
Pemanjangan mahkota fungsional dilakukan untuk mengekspos struktur mahkota sehingga terdapat retensi untuk restorasi nantinya.
Lebar perlekatan retensi restorasi ini sekitar 2 mm dari setiap restorasi di atasnya, dimana dapat menyebabkan kehilangan tulang karena usaha dari host untuk menjaga jarak 2 mm.5
Pada beberapa kasus, ternyata pasien dengan karies subgingival yang luas, perforasi akar akibat perawatan endodontik dapat berhasil dipulihkan setelah dilakukan pemanjangan mahkota. Pemanjangan mahkota dapat dicapai baik pembedahan atau dengan gabungan teknik ortodonsi-periodonsi, tergantung pada pasien dan kondisi giginya.5
Hal ini dilakukan untuk mencapai peningkatan pemanjangan mahkota yang efektif dengan gingivektomi atau penghapusan gingiva oleh electrosurgery saja. Untuk prosedur ini, ketebalan lipatan mucoperiosteal direfleksikan, dan reseksi tulang menciptakan 3,5-4,0 mm ruang antara puncak gingiva dan margin restorasi yang ada. Dalam hal ini, bagaimanapun faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:5
1. Estetika. Ketika bedah memperpanjang mahkota diindikasikan, mungkin sulit untuk mencapai transisi yang harmonis dari jaringan di sekitar gigi yang berdekatan. Jika operasi dilakukan, sebagian besar pengurangan tulang harus pada sisi lingual atau palatal yang biasanya tidak ada masalah dalam estetik.
2. Panjang akar dalam tulang. Jika ada dukungan tulang terbatas, mungkin lebih baik untuk mencabut gigi dan menggantinya dengan gigi tiruan daripada pasien menjalani operasi pada gigi dengan prognosis meragukan.
3. Efek pada gigi yang berdekatan. Adanya fraktur atau cacat sehingga tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan gigi yang berdekatan.
4. Akar furkasi di gigi posterior. Jika situasi ini tidak dapat diatasi dengan osteoplasty dan atau odontoplasty, gigi mungkin memerlukan pencabutan.
5. Mobilitas. Mobilitas pascaoperasi gigi dengan akar kecil atau kerucut sangat perlu perhatian yang lebih. Jika gigi tersebut tidak dapat mendukung dirinya sendiri atau tidak dapat didukung oleh gigi yang berdekatan, maka pencabutan mungkin diperlukan.
6. Tingkat defect. Keparahan dan komplikasi fraktur, karies akar, atau aus servikal harus hati-hati dievaluasi selama fase perencanaan pengobatan.
7. Akar perforasi. Ini jarang terjadi, tetapi jika itu terjadi selama terapi endodontik, lokasinya akan menentukan apakah gigi dicabut, ortodonsi atau pembedahan memperpanjang gigi.
Dalam memutuskan tindakan perpanjangan mahkota ada faktor yang harus ditinjau sebelum melakukan tindakan tersebut, yaitu :6
1. Kedalaman sulkus: Pengukuran kedalaman sulkus dilakukan untuk menentukan jenis pocket, apakah pseudo-pocket atau true pocket. Pengobatan bedah akan berbeda sesuai dengan jenis pocket dan kedalaman sulkus.
2. Lebar biologis: Konsep lebar biologik secara luas digunakan sebagai pedoman klinis selama evaluasi keterkaitan restoratif periodontal. Konsep ini mengandaikan adanya proporsi vertikal konstan jaringan lunak supra-alveolar sehat dengan dimensi rata-rata sekitar 2 mm, diukur dari dasar sulkus gingiva ke puncak alveolar.
3. Bone Sounding: Titik puncak tulang alveolar harus ditentukan sebelum pertimbangan mengenai estetika pemanjangan mahkota. Derajat klinis mahkota, elongasi, posisi tulang alveolar akan menentukan kelayakan aspek bedah, dan urutan pengobatan.
4. Rasio mahkota- akar : Rasio mahkota-akar yang diterima adalah sekitar 1: 1.

Meskipun bedah pemanjangan mahkota mungkin tidak menjadi pilihan untuk fraktur, perforasi, atau gigi atrisi parah, namun dapat membantu memecahkan masalah restorasi yang sulit bila digunakan dengan penilaian klinis yang tepat.

1.2 LEBAR BIOLOGIS
Lebar biologis adalah jarak antara ujung apikal sulkus gingiva ke puncak tulang alveolar. Rata-rata berjarak 2,04 mm dengan sekitar 0,97 ditempati epitel junction dan 1,07 di perlekatan jaringan ikat ke akar. Konsep lebar bologis secara luas digunakan sebagai pedoman klinis selama evaluasi hubungan periodontal dengan restorasi.7

Gambar 2.1. Skematik dari struktur periodonsium dan ruang lebar biologis

Sumber : Lee AE. Aesthetic crown lengthening: classification, biologic rationale, and treatment planning considerations. Pract Proced Aesthet Dent 2004;16(10):770


Kebutuhan untuk membentuk margin restorasi subgingiva dapat ditentukan oleh adanya karies, fraktur gigi, restorasi akar eksternal, atau kebutuhan untuk meningkatkan tinggi aksial dari persiapan gigi untuk tujuan retensi restorasi. Jika margin apical untuk persiapan restorasi ditempatkan dalam lebar biologis akan menyebabkannya terlalu dekat dengan tulang.7
Dimensi lebar biologik tampaknya merupakan fitur konstan dalam periodonsium manusia. Oleh karena itu telah diusulkan bahwa itu dianggap sebagai parameter yang menunjukkan bahwa lebar biologis akan menghasilkan upaya oleh jaringan gingiva untuk membangun dimensi asli melalui resorpsi tulang. Selain itu, ada bukti eksperimental menunjukkan bahwa lebar biologis akan membangun dirinya kembali selama penyembuhan jaringan periodontal setelah prosedur bedah.7
1.3 GIGI TIRUAN CEKAT
Gigi tiruan cekat atau fixed partial denture merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Gigi tiruan cekat dikenal ada dua yaitu gigi tiruan jembatan dan mahkota tiruan.
1.3.1 Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
Ada 5 macam desain dari gigi tiruan jembatan yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah: 8
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Gigi tiruan cekat merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.
b. Semi fixed bridge
Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi.
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.


d. Spring cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigi tiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
e. Compound bridge
Merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan.
1.3.2 Gigi Tiruan Mahkota
Mahkota tiruan (crown) adalah restorasi yang menutupi permukaan luar mahkota klinis, fungsi utama dari mahkota ini adalah untuk melindungi struktur gigi dan mengembalikan fungsi, bentuk dan estetika. Jenis-jenis Mahkota :8
1. Jaket Porselen
Sebuah mahkota jaket porselen terdiri dari lapisan porselen yang menutupi seluruh mahkota gigi. Indikasinya: Ketika gigi anterior dipulihkan dengan restorasi bahan komposit di mana gigi telah hilang sebagai akibat dari trauma. Keuntungannya penampilan lebih bagus, sesuai warna gigi asli. Kerugiannya karena perlu mengurangi setidaknya 1 mm gigi dan mudahnya rapuh karena sifat dari porselen sendiri.
2. Gold veneer crown
Gold veneer crown (GSC) adalah mahkota penuh yang terbuat dari paduan veneer emas. Biasanya untuk restorasi posterior di mana penampilan tidak pertimbangan. Dalam beberapa budaya sebuah mahkota veneer emas pada gigi anterior mungkin menunjukkan tanda kekayaan atau digunakan sebagai restorasi dekoratif. Keuntungan dari GSC adalah emas dapat dicetak secara akurat dalam bagian yang sangat tipis, dan dapat menahan beban berulang tanpa distorsi dan juga pengurangan gigi yang minimal dibandingkan dengan logam. Sedangkan kerugian GSC adalah biayanya yang relatif mahal.
3. Veneer Porselen
Veneer Porselen adalah porselen tipis yang disemen menggunakan resin diisi dengan asam-etsa. Indikasinya adalah untuk memperbaiki malformasi dari bentuk gigi dan diastema Kebersihan mulut penting ketika mempertimbangkan jenis restorasi. Sebuah model diagnostik untuk menilai hasil estetika juga dianjurkan. Preparasi gigi minimal diperlukan. Hasil estetika porselen sangat baik, karena memperlihatkan warna gigi alami. Jenis restorasi tidak disarankan pada pasien yang bruxism.

4. Inlay komposit
Restorasi intrakoronal dibuat dari bahan resin komposit. Restorasi gigi premolar dimana estetika diperlukan. Terlepas dari keuntungan estetika, jenis inlay mungkin bermanfaat bagi gigi yang memerlukan dukungan sebelum restorasi dipasangkan. Tidak diindikasikan pada gigi posterior dengan beban yang berlebihan. Meskipun bahan ini telah dikembangkan, masih tidak memenuhi kriteria untuk bahan restoratif posterior ideal.
5. Inlay/ Onlay Porselen
Restorasi intrakoronal atau onlay yang terbuat dari porselen. Sebuah restorasi posterior dengan pertimbangannya adalah penampilan. Hasil estetika dengan restorasi ini dapat sangat memuaskan terutama bila dibandingkan dengan amalgam. Restorasi ini menawarkan alternatif untuk persiapan lebih radikal seperti mahkota. Kekurangan adalah perbaikan restorasi yang rusak sulit. Penyesuaian profil oklusal restorasi ini sulit dibandingkan dengan bahan restorasi lainnya. Sebuah inlay porselen dapat menghasilkan keausan yang berlebihan dari struktur gigi yang berlawanan dikarenakan ada kegiatan parafungsional.




BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki 48 tahun dirujuk dari Departemen Prostodonsi ke Departemen Periodontology, dengan mahkota klinis pendek untuk menampung gigi tiruan sebagian tetap. Pada Pemeriksaan jaringan keras intraoral, jumlah gigi ini adalah 11-17; 21-25, 27; 31, 34-37; dan 41-47. Atrisi pada semua gigi [Gambar 3.1]. Struktur mahkota 22-25 dan 41-45 ditemukan tidak memadai untuk persiapan mahkota tiruan [Gambar 3.2 dan 3.3]

Gambar 3.1. Atrisi pada semua gigi
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:155.

Pemeriksaan jaringan lunak menunjukkan gingiva sehat tanpa adanya pocket. Lebar attached gingiva memadai. Tidak ada kehilangan perlekatan klinis di salah satu gigi. Tidak ada kelainan sistemik. Perawatan endodontik gigi rahang atas sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Gambar 3.2. Struktur mahkota gigi yang tidak memadai untuk persiapan mahkota tiruan, gigi 22-25
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156


Gambar 3.3. . Struktur mahkota gigi yang tidak memadai untuk persiapan mahkota tiruan, gigi 41-45
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156

Prosedur Penatalaksanaan :
1. Insisi internal gigi berbentuk bevel baik bagian bukal maupun palatal dengan kedalaman 2 mm pada gigi 22-25 [Gambar 3.4 dan Gambar 3.5].
2. Sulkus insisi dengan ketebalan flap mucoperiosteal sebesar 2-3 mm dari tulang yang sehat terlihat.
3. Tepi jaringan telah di hilangkan untuk mendapatkan akses ke tulang alveolar dan akar.

Gambar 3.4 insisi bevel internal bukal
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156

Gambar 3.5. insisi bevel internal palatal

Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156


4. Kemudian hilangkan jaringan granulasi dengan menggunakan kuret.
5. Lakukan osteoplasty dan atau osteotomy dengan mengingat dimensi lebar biologis rekonstruksi nantinya. Kemudian dengan menggunakan round bur dengan cooling abundant menggunakan saline steril tulang kemudian diukir [Gambar 3.6]. Kontur tulang tampak berlekuk sejajar dengan cementoenamel junction (CEJ)

Gambar 3.6. Pengurangan tulang
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156

6. Sisa serat dari ligamentum periodontal yang melekat pada sementum seluruhnya dihilangkan dengan root planning. Dengan demikian, reattachment dari sisa serat jaringan ikat dalam flap nantinya akan dicegah.
7. Lakukan hal yang sama pada gigi 41, 42, 43, 44, 45.
8. Kemudian irigasi yang banyak untuk menghilangkan kotoran pada saat bedah. Margin flap disesuaikan untuk penutupan primer. Kemudian jahit dengan silk 3.0 diikuti dengan pack periodontal.
9. Pasca pembedahan berikan pasien obat anti-inflamasi, obat kumur chlorhexidine 0,2% untuk 2 minggu. Pasien diinstruksikan kembali setelah 7 hari untuk membuka jahitan.
10. Penyembuhan ditemukan memuaskan tanpa komplikasi setelah 7 hari, terlihat struktur memadai untuk restorasi prostetik. Gigi tiruan dibuatkan setelah 6 bulan. Pertimbangan oklusal diperhitungkan mengingat adanya atrisi yang parah sebelum operasi.
11. Pasien ditindaklanjuti selama 1 tahun setelah gigi tiruan dipasangkan. Hasil tampaknya memuaskan tanpa pocket atau peradangan di sekitar gigi tiruan.

Gambar 3.7. Jahitan diberikan

Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:156

Gambar 3.8. Penyembuhan setelah 7 hari
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:157

Gambar 3.9. Rehabilitasi Prostetik diberikan
Sumber : Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:157

BAB IV
PEMBAHASAN

Persiapan tepi restorasi yang baik adalah persyaratan utama dalam prosedur pembuatan gigi tiruan cekat. Kontrol optimal dari tepi restorasi mungkin sulit dalam situasi dimana memperpanjang dan memperlebar tepi pada daerah subgingiva, akibatnya bedah pemanjangan mahkota klinis mungkin menjadi pilihan. Abutment harus dipersiapkan mewakili retensi untuk menjamin retensi dan stabilitas rekonstruksi gigi tiruan yang baik. Untuk mendapatkan dimensi vertikal untuk aspek biomekanik, bedah pemanjangan mahkota dapat diindikasikan.1
Menurut pengamatan Gargiulo yang dikutip Mukherji dan Rath mengatakan bahwa perlekatan jaringan gingiva ke jaringan lunak ditempati 1,07 mm oleh epitel junctional dan 0,97 mm dari koronal ke tulang alveolar. Kombinasi keduanya merupakan lebar biologis.1
Tujuan pemanjangan mahkota meliputi pengangkatan karies subgingiva, pelestarian dan pemeliharaan restorasi, perbaikan estetika, restoratif memungkinkan pengobatan tanpa mengganggu lebar biologis, koreksi dari bidang oklusal, dan fasilitas peningkatan kebersihan mulut.1
Titik referensi yang paling penting adalah lokasi crest alveolar dalam kaitannya dengan gingiva dan tepi restorasi. Dalam mencegah pelanggaran biologis selama persiapan intercervicular gigi, penilaian terhadap parameter ini adalah hubungan anatomi mahkota CEJ dan puncak tulang, pengukuran zona gingiva dan adanya pocket.1
Dalam sumber acuan karya tulis ilmiah ini, tidak dijelaskan apa penyebab terjadinya gigi atrisi pada pasien tersebut, sehingga keterbatasan untuk mengetahui tahapan prostetiknya bagaimana dan alternatif perawatan lainnya apa tidak dapat diketahui.
Dalam kasus ini telah dijelaskan bahwa gigi tiruan cekat diberikan pada pasien setelah 6 bulan. Persiapan mahkota defentif tidak boleh dilakukan setidaknya 3 bulan setelah operasi karena pada saat itu biotipe periodontal tipis. Lebar biologis akan membangun kembali vertikal aslinya 6 bulan setelah operasi.1
Dalam laporan kasus Kokate dkk mengatakan bahwa pasien dengan kondisi klinis atrisi yang dimana membutuhkan pemanjangan mahkota untuk memperoleh cukup ruang dengan pilihan perawatan gigi tiruan cekat. Setelah pemanjangan mahkota dan setelah 6 bulan berlalu, pasien sudah siap untuk menerima mahkota sementara9. Namun sebelumnya kita sudah menentukan DVO-nya, untuk mengevaluasi/ menentukan DVO yaitu :10
- Melihat ada tidaknya dukungan dari posterior gigi.
- Faktor kebiasaan pasien. Misalnya pasien suka mengkonsumsi makanan/ minuman asam atau tidak, dll
- Evaluasi fonetik. Jika jarak antara tepi insisal dengan gigi RB dan permukaan lingual anterior RA kurang lebih 1mm akan membuat suara mendesis.
- Interoklusal ruang istirahat/free way space. Ruang sisa interoklusal pasien yang diukur antara ujung hidung dan ujung dagu dengan nilai normal 2-4 mm.
- Penampilan wajah. Keriput dan commissura diamati.
Dalam laporan kasus Song dkk mengatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat atrisi sehingga memiliki DVO yang berlebih dibuatkan occlusal overlay splint untuk membuat semua gigi yang atrisi berkontak sehingga menjadi oklusi sentries. Adaptasi dilakukan selama 1 bulan untuk menetukan VDO yang diinginkan dari gigi tiruan sementara tetap nantinya. 10
Pasien dicetak dan dibuatkan model diagnostik, kemudian dengan “wax” buat sesuai DVO yang diinginkan dari gigi tiruan cekat. Restorasi sementara ditempatkan sesuai dengan DVO yang diinginkan, restorasi tersebut disemen dengan Zinc Oksid Eugenol. Selama 2 bulan, restorasi sementara disesuaikan dengan panduan untuk rehabilitasi mulut defintif. Selama 2 bulan fungsi, nyeri otot, ketidaknyamanan dari TMJ, pengunyahan, gerakan mandibula, menelan, berbicara, dievaluasi. Setelah mahkota jadi, insersikan ke gigi dengan luting semen ionomer. Berikan instruksi kebersihan mulut.10
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam kasus pasien dengan atrisi berat, sebelum merujuk pasien ke periodontis sebaiknya mengoreksi dimensi vertikal oklusinya terlebih dahulu dengan membuat model diagnostik, kemudian membuatkan occlusal overlay splint untuk membuat kontak semua gigi baik posterior maupun anterior mengingat hilangnya kontak antar gigi akibat atrisi, adaptasi selama 1 bulan untuk menetukan DVO-nya. Kemudian barulah pasien dirujuk ke prostodontis untuk dilakukan pemanjangan mahkota. Selama menunggu penyembuhan, prostodontis sudah membuat model diagnostik dengan “wax” sebagai ilustrasi mahkota sementara yang akan dibuatkan sesuai DVO yang telah didapatkan. Setelah masa penyembuhan dari pembedahan pemanjangan mahkota barulah diinsersikan mahkota sementara yang telah jadi dengan menggunakan semen ZOE lalu lakukan adaptasi selama 2 bulan, fungsi, nyeri otot, ketidaknyamanan dari TMJ, pengunyahan, gerakan mandibula, menelan, berbicara, dievaluasi. Setelah mahkota jadi, insersikan ke gigi dengan luting semen ionomer. Berikan instruksi kebersihan mulut.








BAB V
PENUTUP

5.1 SIMPULAN
Keberhasilan jangka panjang dari semua restorasi gigi tiruan tergantung pada pelestarian lebar biologik. Sebuah kasus mahkota klinis pendek dapat berhasil dipulihkan oleh pemanjangan mahkota atau crown lengthening dan penempatan restorasi yang tidak mengganggu lebar biologis. Dalam kasus tersebut, prognosis tinggi nilai pengobatan dapat dicapai oleh interdisipliner pendekatan pengobatan.

5.2 SARAN
Pentingnya bagi prostodontis untuk bekerja sama dengan periodontis dalam hal pelestarian lebar biologis sebagai retensi restorasi nantinya. Sehingga memiliki prognosis yang baik khususnya dalam hal pembuatan gigi tiruan cekat.




DAFTAR PUSTAKA
1. Mukherji A, Rath SK. Full-mouth aesthetic rehabilitation: a perio-prostho interdisciplinary approach. J int Clin Dent Res Organ 2015;7:155-8.

2. Zeighami S, Siadat H, Nikzad S. Full mouth reconstruction of a bruxer with severaly worn dentition: A clinical report. Hindawi Publishing Corporation [internet]. 2015. p.1. Available from : http://dx.doi.org/10.1155/2015/531618. Accessed 19 September 2015.

3. Hatami M, Sabouhi M, Samanipoor S, Badrian H. Prosthodontic rehabilitation of the patient with severely worn dentition: a case report. Hindawi Publishing Corporation [internet]. 2012. p.1. Available from : http://doi:10.1155/2012/961826. Accessed 19 September 2015.

4. Malkoc MA, Sevimay M, Emre Y. The use of zirconium and feldspathic porcelain in the management of the severely worn dentition: a case report. Eur J Dent 2009;3:76.

5. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontic. 3rd ed. St. Louis: Mosby Inc; 2001. p.150-1.

6. Murali KV, Shahabe SA, Patil SG, Ahmed BMV, Bhandi S. Esthetic crown lengthening : theoretical concepts and clinical procedures. Inc Journal of Contemporary Dentistry 2012;3(3):33.

7. Lee AE. Aesthetic crown lengthening: classification, biologic rationale, and treatment planning considerations. Pract Proced Aesthet Dent 2004;16(10):770-2.

8. Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115-26, 131-2, 141-4.

9. Kokate SR, Banga P, Chavan K. Full mouth rehabilitation in a patient with multiple decayed and attritioned teeth: a clinical case report. [internet]. p.134. Available from : http://medind.nic.in/eaa/t12/i1/eaat12i1p131.pdf. Accessed 28 September 2015.

10. Song MY, Park JM, Park EJ. Full mouth rehabilitation of the patient with severely worn dentition: a case report. J Adv Prosthodont 2010;2:107-9.

No comments:

Post a Comment